
Disbudpar Kota Batam – Di balik kemegahan dan semaraknya Sea Eagle Boat Race yang pernah menggetarkan perairan Batam, tersimpan kisah panjang tentang semangat, dedikasi, dan cinta terhadap budaya Melayu. Perhelatan yang dahulu menjadi ikon bahari internasional ini bukan hanya tentang kecepatan perahu atau riuhnya sorak penonton, melainkan tentang persatuan dan kebanggaan sebuah bangsa maritim.
Tokoh masyarakat Melayu, Raja Mardai, mengenang kembali perjalanan besar itu dalam sebuah perbincangan santai pada Senin (3/10/2025). Ia menyebut nama-nama yang telah berjuang di balik layar, memastikan Sea Eagle Boat Race tidak sekadar menjadi lomba, tetapi juga lambang kejayaan budaya Melayu di Kota Batam. “Mereka bekerja tanpa pamrih, demi marwah Melayu dan demi memperkenalkan Batam ke mata dunia,” ujar Raja Mardai dengan penuh penghargaan.
Pada masa kejayaannya, Sea Eagle Boat Race menjadi simbol kebersamaan masyarakat pesisir. Acara ini mempertemukan tradisi dan modernitas dalam satu harmoni yang indah. Di setiap pelaksanaan, nilai gotong royong, rasa memiliki, dan kebanggaan terhadap budaya sendiri selalu hadir menyertai.
Beberapa nama besar tercatat sebagai penggerak utama di balik suksesnya acara tersebut. Oka Fauzi Jamil, seorang tokoh adat yang menjunjung tinggi nilai-nilai Melayu, memastikan setiap kegiatan tetap berakar pada budaya. Buralimar, yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pariwisata, menjadi penghubung antara dunia pariwisata dan kearifan lokal. Di bidang seni, Manan Sasmita dan Gustur Sakti menyalakan kehidupan budaya melalui pertunjukan tari, musik, dan teater rakyat yang menjadi daya tarik utama Pesta Seni Melayu.
Tak hanya itu, dukungan masyarakat menjadi kunci keberhasilan. Tokoh-tokoh seperti Raja Zahar Jordan, Raja Gani, Abdul Basyid, dan Raja Abu Bakar Raz dari Kerukunan Keluarga Besar Melayu (KKBM) Kota Batam berperan aktif menggerakkan warga untuk ikut serta. Ria Saptarika yang kala itu menjabat Wakil Wali Kota Batam juga ikut mendorong partisipasi generasi muda dalam menjaga identitas Melayu.
Para perempuan Melayu juga memiliki peran penting. Sosok seperti Samsinar, yang dikenal dengan kepiawaiannya berpantun, serta Ella Harman, yang konsisten menjaga tradisi dan kesenian, memberi warna tersendiri dalam setiap perhelatan budaya. “Dulu, setiap kegiatan penuh rasa kekeluargaan. Semua terlibat, semua bahagia,” kenang Raja Mardai.
Perhelatan besar ini juga didukung oleh para pejabat dan tokoh pemerintahan yang memastikan kelancaran di lapangan, seperti Hj. Zulkifli, Zulhendri, Mardanis, dan Said Ali. Sementara itu, nama-nama seperti Zulkarnain, Yusfa Hendri, Samson Rambah Pasir, Saptono, Mount Firman, Irwan, Ruslan Yusuf, dan Hanif menjadi bagian dari motor penggerak seni yang menghidupkan suasana pesta rakyat di Belakang Padang.
Bagi masyarakat Melayu, laut bukan sekadar ruang hidup, tetapi juga cermin persatuan. Di atas ombak, perahu-perahu berhias elang laut berpacu membawa harapan dan doa. “Setiap kali dayung menyentuh air, di situlah semangat persaudaraan berpadu. Tidak ada sekat, semua menjadi satu,” ungkap salah satu tokoh budaya yang pernah terlibat dalam acara tersebut.
Kini, meski waktu telah berlalu dan gemanya tak sekuat dulu, semangat Sea Eagle Boat Race masih hidup dalam ingatan para pelaku budaya. Mereka berharap generasi muda tak melupakan akar sejarah dan mau meneruskan semangat itu. “Jangan sampai tradisi besar ini hanya menjadi cerita. Ini warisan, ini jati diri kita,” pesan Buralimar.
Nama-nama seperti Oka Fauzi Jamil, Buralimar, Manan Sasmita, Raja Zahar Jordan, Gustur Sakti, dan banyak lainnya akan selalu diingat sebagai para perintis yang telah menyalakan obor budaya Melayu di Batam. Di tengah upaya pemerintah dan komunitas untuk menghidupkan kembali event bahari tradisional, semangat mereka terus bergema. Sebab, selama budaya dijaga, Melayu akan tetap ada—mengalir bersama angin laut, menembus batas waktu dan generasi.