Mengenal Nasi Besar, Warisan Budaya Tak Benda dari Bumi Melayu

Dihidangkan Dalam Acara Kebesaran, Penghargaan bagi Orang yang Berjasa

Nasi Besar bukan bermakna nasi yang dibuat atau dibentuk dalam ukuran besar. Melainkan, nasi yang dihidangkan dalam acara kebesaran. Makna yang terkandung dalam penghidangan nasi besar merupakan kehalusan budi pekerti masyarakat Melayu. Apa kaitannya?

Menyandang sebutan Nasi Besar, nyatanya hidangan tersebut tidak murni berupa nasi yang ditanak dari beras. Melainkan, berupa pulut atau ketan yang diproses dengan cara ditanak lalu ditambah kunyit sehingga hasilnya menjadi pulut kuning.

Nasi Besar, dihidangkan saat resepsi pernikahan, diletakkan di hadapan pengantin, dan dibuat oleh keluarga pengantin perempuan. Nasi Besar diletakkan di atas pahar, yang merupakan dulang berkaki sebagai wadah, lalu Nasi Besar dibentuk menyerupai bukit.

Selanjutnya, dihiasi dengan rangkaian bunga puncak yang ditancapkan di sisi tengah atas onggokan pulut tadi. Di sekeliling pulut kuning, ditancapkan pula bunga telur yang dibuat oleh para gadis, bertangkai dalam jumlah banyak dan harus ganjil, maksimal 25 telur rebus sesuai dengan jumlah Nabi dan Rasul.

“Orang dulu telurnya langsung ditancapkan, sekarang telurnya dibungkus dengan kain jaring supaya awet,” kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam, Muhammad Zen, Jumat (12/6).

Bentuk bunga boleh sesuai selera. Namun, khusus untuk telur harus sudah masak dengan cara direbus, selanjutnya cangkang telur diwarnai dengan pewarna makanan, warna merah menjadi suatu ketentuan menurut adat. Pahar dibungkus dengan kain putih supaya pulut tak kotor, dipinggir pahar keliling dihiasi dengan sulaman tekat, yang merupakan motif dari kertas prada atau benang songket yang disulam pada kain bludru yang dibentuk seperti bunga.

“Di bawah bunga puncak terdapat tiga nasi yang dikepal. Nasi kepal ini yang akan disuapkan kepada pengantin laki-laki dan perempuan,” ujarnya.

Kedua pengantin makan Nasi Besar atau pulut kuning, saat duduk di atas peterakne atau pelaminan. Saat menyuap, dilakukan dengan suapan yang sangat sedikit. Acara saling suap itu dibimbing oleh Mak Andam, dilakukan sebanyak tiga kali bergantian. Urutannya, istri kepada suami dan suami kepada istri.

“Makna yang terkandung, pengantin laki-laki dan perempuan berumah tangga saling bekerja sama dalam membina rumah tangga,” papar pria yang hobi menjahit tersebut.

Selesai acara makan bersuap, Nadi Besar itu diberikan kepada Mak Andam, sebagai hadiah karena telah mengasuh pengantin perempuan, yang telah menyerahkan baik dan buruknya kepada Mak Andam. Sebutan “mak” diartikan pengasuh pengantin, sedangkan “andam” adalah profesinya sebagai perias pengantin.

Jika ingin memberikan nasi kepada orang lain, dibuat khusus, berkat namanya. Yakni, berisikan pulut kuning, telur merah, dan bunga yang dimasukkan dalam gelas. Nasi besar ini jadi salah satu rangkaian pernikahan tradisi Melayu, sebelum pengantin tersebut makan bersuap, diawali dengan makan beradap.

“Pengantin laki-laki dan pengantin perempuan makan berhadap-hadapan memakan nasi minyak, bukan nasi besar,” ungkap Zen.

Zen menceritakan, sejarah nasi besar bermula ketika orang Melayu pada setiap perayaan hari-hari besar, biasanya selalu menyediakan juadah untuk dimakan bersama. Juadah tersebut selalu dihidangkan sesuai jenis makanan tertentu, yang disajikan berbarengan pada suatu perayaan atau acara.

“Kebiasaan sehari-hari makanan pokok adalah nasi. Maka, sebagai penanda ada acara khusus, maka dipilihlah dan disepakati nasi besar yang dihidangkan untuk acara tersebut,” jelasnya.

Cara memasak nasi besar secara tradisional adalah pulut yang ditanak dengan cara dikukus setengah masak, dan diaduk dengan santan yang diberi garam secukupnya supaya terasa lemak. Pulutnya diwarnai dengan warna kuning kunyit, karena di alam melayu warna kuning merupakan warna keagungan, warna kematangan.

“Lihat buah dan daun umumnya, apabila sudah matang berubah warna menjadi warna kuning, begitu juga logam mulia atau emas berwarna kuning dan sangat tinggi orang menghargainya. Oleh karena itu, sultan dan raja-raja Melayu mengambil warna kuning sebagai warna kebesaran,” ucapnya.

“Nasi besar tidak disertakan lauk pauk, yang ada telur rebus yang diwarnai dengan pewarna makanan. Jika ingin makan pulut kuning bisa ditambah lauk,” jelasnya.

Nasi besar berbeda dengan tumpeng, nasi besar merupakan tradisi Melayu Kepulauan Riau, sedangkan tumpeng adalah tradisi Jawa. Perbedaan lainnya, nasi besar berbahan dasar pulut, proses pembuatannya dikukus, tidak disertakan lauk pauk, diletakkan di atas pahar, bentuknya seperti bukit, dan nasi besar untuk hadiah kepada pengasuh. Sedangkan tumpeng, dasarnya beras, proses pembuatanya ditanak lengkap dengan lauk pauk, diletakkan di atas nampan bulat, berbentuk kerucut dan untuk dibagi-bagikan.

Nasi besar, adalah sebutan untuk masyarakat Melayu Kepulauan Riau pada umumnya, sedangkan untuk golongan bangsawan, seperti Sultan, Tengku, Raja, Wan, Encik, Said-Syarifah, Abang-Yang, sebutannya Nasi Sekona. Yang dimaksud Sekona adalah nampan berkaki berbentuk persegi delapan bertingkat, makin keatas semakin mengecil. Sekona ini sebagai wadah meletakkan pulut kuning di wilayah taklukkan Kesultanan Riau, Lingga, Johor, Pahang.

Selain untuk acara pernikahan, orang dulu menghidangkan nasi besar pada acara khataman Alquran. Nasi besar diletakkan di depan orang yang berkhatam Alquran, tetapi nasi besar ini tidak dimakan oleh yang berkhatam, melainkan nasi besar itu dihadiahkan kepada guru ngaji sebagai santapan bersama keluarga.

Acara lainnya, yakni bersunat bagi anak laki-laki sebelum baligh, nasi besar pada acara bersunat. Sebelum anak laki-laki disunat dilaksanakan acara tepuk tepung tawar. Pada prosesi ini, nasi besar diletakkan di hadapan anak yang akan bersunat, nasi besar utuh semuanya untuk anak yang akan disunat.

“Setelah selesai bersunat, diletakkan di samping anak, kalau mau makan boleh,” katanya.

Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam, Ardiwinata, nasi besar merupakan salah satu tradisi Melayu, yang ada di rangkaian setiap acara kebesaran. Menurutnya nasi besar kini tak hanya disajikan pada saat acara pernikahan, Khataman Alquran atau Sunatan saja. Nasi besar juga sudah mulai hadir diberbagai acara, seperti peringatan hari kelahiran, hari jadi kota dan sebagainya. Namun nasi besar tersebut tetap ada ciri khasnya yakni pulut kuning, bunga telur warna merah, dan bunga puncak.

“Untuk acara perayaan hari jadi dan perayaan lainnya bisa namun ciri khasnya jangan sampai hilang,” ucapnya.
Karena itu, pihaknya akan mendorong agar lebih banyak warga Batam yang melestarikan dan menghidangkan nasi besar pada setiap acara.

“Bagi adik-adik yang ingin mengetahui tentang nasi besar dan kebudayaan Melayu, silahkan datang ke Kantor Disbudpar Batam di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM), kami akan menjelaskan detailnya,” tutupnya. (*)