Tiga Objek Wisata Batam Juarai Fesyar Regional Sumatera

Disbudpar Batam- Tiga objek wisata Batam yang menjadi latar tarian Islami โ€œSyariful Anam berhasil tampil sebagai juara satu pada kategori lomba video Kesenian Tari Daerah Islami Festival Ekonomi Syariah (Fesyar) Regional Sumatera. Pengumuman lomba yang digelar oleh Bank Indonesia (BI)  tersebut  dilaksanakan secara virtual  pada Minggu, (15/8/2021) kemarin.

Sanggar Seni Wansendari Kota Batam membawakan dengan apik tarian yang dikemas dalam bentuk video berdurasi lima menit tersebut. Penanggung jawab sanggar seni Wansendari, Iskandar menyampaikan tari Syariful Anam menggambarkan prosesi cukur rambut anak bayi yang berusia 40 hari sampai 2 tahun. Prosesi ini merupakan salah satu warisan budaya tak benda dari bumi Melayu. Dikatakannya, sesuai dengan tema tari yang dilombakan sekaligus untuk mempromosikan tempat wisata yang ada di Kota Batam, Wansendari menghadirkan tiga objek wisata Batam sebagai lokasi dan latar tarian yang dibawakan oleh lima orang penari.

Tiga objek wisata yang dipilih masing-masingnya adalah Museum Batam Raja Ali Haji, Masjid Sultan Mahmud Riayat Syah dan Rumah Limas Potong.  Museum Batam Raja Ali Haji merupakan salah satu objek wisata sejarah yang pembukaannya (soft opening) dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Jadi Batam (HJB) ke-191 tahun, Jumat (18/12). Soft opening itu ditandai dengan pembukaan tirai yang menutupi sketsa wajah Raja Isa bin Raja Ali atau Nong Isa, oleh Wali Kota Batam, Muhammad Rudi. Museum ini menampilkan sejarah peradaban Batam mulai dari Batam sejak zaman Kerajaan Riau Lingga sampai masa infrastruktur saat ini.

Adapun Masjid Sultan Mahmud Riayat Syah adalah salah satu objek wisata religi yang ada di Kota Batam. Masjid yang terletak di Kecamatan Batu Aji ini merupakan masjid terbesar di Sumatera. Masjid bernuansa Melayu dan arab ini memiliki luas kurang lebih 4 hektare dan dapat menampung sebanyak 25.000 jamaah. Dibangun pada tahun 2017 dan diresmikan pada 20 September 2019. Sedangkan rumah Potong Limas  salah satu objek wisata budaya. Rumah Limas Potong adalah rumah adat khas Melayu berlokasi di Kecamatan Nongsa.

Selain mengenalkan tiga objek wisata, Wansendari juga mengunakan pelamin dan peterakne yang berada di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Batam sebagai tempat pembuatan video, kemudian kostum yang dipakai yakni busana kurung Melayu.

Pengurus sanggar Wansendari, Dhori mengungkapkan rasa bangganya karena bisa memenangkan lomba serta memperoleh uang pembinaan sebesar Rp. 25 juta.

“Perasaanya bangga dan suprise karena tahun ini garapannya tidak seperti tahun lalu, saingannya akademisi. Tetapi berkat ketelatenan penari dan pelatih dalam dua minggu latihan dapat memenangkan lomba ini,” ucapnya.

Dijelaskannya, peserta lomba berusia 15 sampai 22 tahun dan lomba Fesyar ini merupakan kali kedua mereka ikuti. Pada tahun 2020 sanggar Wansendari keluar sebagai juara ketiga tingkat regional Sumatera.

“Pada perlombaan itu diikuti peserta usia 15 sampai 22 tahun, dengan harapan anak seusia tersebut dapat mengenal tradisi,” terangnya.

Kpala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam, Ardiwinata mengapresiasi atas pencapaian Wansendari sebagai juara satu lomba Fesyer Regional Sumatera.

“Luar biasa, saya sangat senang, saat pandemi ini Wansendari membawa berita membanggakan yakni mendapat juara satu lomba video tari kesenian daerah,” katanya.

Dengan mengangkat konsep kearifan lokal melalui objek wisata, prosesi tradisi dan busana Melayu  menjadi sebuah tarian, menurut Ardi hal ini salah satu kegiatan  yang sangat positif dan cara yang baik untuk berpromosi di tengah pandemi Covid-19.

Ardi berharap Wansendari sebagai salah satu sanggar binaan Disbudpar Kota Batam terus mempertahankan tradisi dan budaya Melayu.

“Jika ada lomba yang menggangkat budaya, ikutilah supaya budaya kita terus dikenal dalam dan luar negeri,” pintanya.

Three Batam Tourism Objects Win the Sumatra Regional Shari’a Economic Festival

Culture and Tourism Department of Batam- Three Batam tourism objects which became the background for the Islamic dance “Syariful Anam”, managed to appear as the first place in the video competition category for Islamic Regional Dance Arts, the Sumatra Regional Shari’a Economic Festival. The announcement of the competition held virtually by Bank Indonesia (BI) on Sunday (15/8/2021) yesterday.

The Wansendari Art Studio of Batam City beautifully presented the dance, which was only in five-minute video. The person in charge of the Wansendari art studio, Iskandar, said that the Syariful Anam dance describe the process of shaving the babies’ hair, aged 40 days to 2 years. This procession is one of the intangible cultural heritage of the Malay Land. He said, in accordance with the theme of the dance that was contested as well as to promote tourism objects in Batam City, Wansendari presented three Batam attractions as the location and background of the dance performed by five dancers.

The three selected attractions are the Batam Raja Ali Haji Museum, the Sultan Mahmud Riayat Syah Mosque and the Limas Potong Traditional House. The Batam Raja Ali Haji Museum is one of the historical attractions which the soft opening was held to coincide the 191 year anniversary of Batam, Friday (18/12). The soft opening was marked by the curtain cover opening of the King Isa bin Raja Ali or Nong Isa’s face sketch, by the Mayor of Batam, Muhammad Rudi. This museum displays the history of Batam civilization starting from Batam since the days of the Riau Lingga Kingdom to the current infrastructure period.

The Sultan Mahmud Riayat Syah Mosque is one of the religious tourism objects in Batam City. The mosque which is located in Batu Aji District, is the largest mosque in Sumatra. This Malay and Arabic nuanced mosque has an area of approximately 4 hectares and can accommodate as many as 25,000 prayers. Built in 2017 and inaugurated on September 20, 2019. Meanwhile, the Limas Potong Traditional House is one of the cultural attractions. Limas Potong is a typical Malay traditional house located in Nongsa District.

Besides introducing the three tourism objects, Wansendari also uses pelamin and peterakne which located in the Malay Traditional Institute Building in Batam City as a place for making videos, then they used Malay brackets costumes.

The manager of the Wansendari studio, Dhori, expressed his pride in being able to win the competition and receive a coaching fee of IDR 25 million.

“I felt proud and surprised because this year our work didn’t like last year, our rival was academics. But thanks to the patience of the dancers and coaches in two weeks of practice, they were able to win this competition,” he said.

He explained that the participants of the competition were aged 15 to 22 years and this competition was the second time they had participated. In 2020 the Wansendari studio came out as the third winner at the Sumatra regional level.

“In the competition, participants aged 15 to 22 years old, with the hope that children of that age can get to know the tradition,” he explained.

The Head of Batam City Culture and Tourism Department, Ardiwinata, appreciates Wansendari’s achievement as the first winner of the Sumatra Regional Shari’a Economic Festival.

“It’s amazing, I’m very happy, during this pandemic Wansendari bring a proud news, they get the first place in a regional art dance video competition,” he said.

By raising the concept of local wisdom through tourism objects, traditional processions and Malay clothing into a dance, according to Ardi, this is a very positive activity and a good way to promote in the midst of the Covid-19 pandemic.

Ardi hopes that Wansendari as one of the studios fostered by the Batam City Culture and Tourism Department will continue to maintain Malay traditions and culture.

“If there is a competition that raises culture, let’s join it! So that our culture continues to be known at home and abroad,” he asked.

DD